PASURUAN, iniberita.com – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Badan Usaha yang sedang dibahas Pemerintah Kabupaten Pasuruan mendapat penolakan keras dari para aktivis dan warga yang peduli terhadap transparansi kebijakan. Raperda tersebut dinilai cacat formil dan dikhawatirkan akan merugikan warga yang selama ini menjadi pihak terdampak langsung dari kegiatan usaha.
Pertemuan lintas aktivis yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Untuk Transparansi Kebijakan (Gertak) digelar di Kedai Mak Nik, Desa Kebonwaris, Kecamatan Pandaan, Senin (07/04/2025). Pertemuan ini diprakarsai oleh Direktur Pus@ka, Lujeng Sudarto (Lj), dan dihadiri puluhan tokoh pegiat sosial dari berbagai wilayah di Pasuruan.
“Kami dengan tegas menolak Raperda TJSL karena menyimpang dari semangat CSR yang seharusnya langsung menyentuh warga terdampak. Jika dana CSR sepenuhnya diambil alih pemerintah daerah, maka justru akan memperlebar ketimpangan dan menghilangkan hak masyarakat,” ujar Lj.
Menurutnya, dalih pemerataan yang dipakai pemerintah untuk mengambil alih pengelolaan CSR justru mengaburkan esensi utama dari tanggung jawab sosial perusahaan. Alih-alih memberdayakan warga, Raperda ini justru berpotensi menutup akses mereka terhadap hak yang seharusnya mereka terima.
Hal senada diungkapkan Wahyu Nugroho, Sekretaris Jenderal LIRA Kabupaten Pasuruan. Ia menyoroti proses penyusunan Raperda yang dianggap tertutup dan tidak melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan secara langsung.
“Raperda ini seharusnya dibuat melalui proses terbuka, melibatkan pemerintah, pelaku usaha, dan warga serta organisasi yang mendampingi mereka. Kalau ini tidak dilakukan, maka jelas cacat formil,” ujarnya.
Wahyu juga menyoroti Pasal 16 dalam draf Raperda, yang melarang ASN, kepala desa, dan perangkat pemerintah daerah untuk berkomunikasi langsung dengan perusahaan terkait pelaksanaan TJSL. Menurutnya, pasal ini membuka jalan bagi monopoli pemerintah atas dana sosial perusahaan.
“Kalau komunikasi dibatasi, lalu siapa yang bisa mengawasi? Ini jelas menutup ruang kontrol masyarakat, dan memberi peluang penyalahgunaan. Perusahaan bisa bertindak semena-mena karena merasa aman secara hukum,” tandasnya.
Para aktivis menegaskan bahwa Raperda TJSL ini harus dibatalkan atau direvisi secara menyeluruh dengan melibatkan warga, agar tidak menjadi alat kekuasaan semata yang mengorbankan kepentingan masyarakat terdampak. (mal/hj)