Scroll untuk baca artikel
banner 325x300
Example floating
Example floating
Pemerintahan

Raperda TJSL Dinilai Berpotensi Rampas Hak Warga, Aktivis: Pemda Mau Kuasai Dana CSR

125
×

Raperda TJSL Dinilai Berpotensi Rampas Hak Warga, Aktivis: Pemda Mau Kuasai Dana CSR

Sebarkan artikel ini
Sejumlah aktivis berkumpul di Kedai Maknik membahas terkait TJSL yang digodok oleh Pemda. (ist/iniberita)
banner 500x150

PASURUAN, iniberita.com – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Badan Usaha yang sedang dibahas Pemerintah Kabupaten Pasuruan mendapat penolakan keras dari para aktivis dan warga yang peduli terhadap transparansi kebijakan. Raperda tersebut dinilai cacat formil dan dikhawatirkan akan merugikan warga yang selama ini menjadi pihak terdampak langsung dari kegiatan usaha.

Pertemuan lintas aktivis yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Untuk Transparansi Kebijakan (Gertak) digelar di Kedai Mak Nik, Desa Kebonwaris, Kecamatan Pandaan, Senin (07/04/2025). Pertemuan ini diprakarsai oleh Direktur Pus@ka, Lujeng Sudarto (Lj), dan dihadiri puluhan tokoh pegiat sosial dari berbagai wilayah di Pasuruan.

Baca Juga :  100 Napi Beresiko Tinggi Dipindahkan ke Lapas Nusakambangan

“Kami dengan tegas menolak Raperda TJSL karena menyimpang dari semangat CSR yang seharusnya langsung menyentuh warga terdampak. Jika dana CSR sepenuhnya diambil alih pemerintah daerah, maka justru akan memperlebar ketimpangan dan menghilangkan hak masyarakat,” ujar Lj.

Menurutnya, dalih pemerataan yang dipakai pemerintah untuk mengambil alih pengelolaan CSR justru mengaburkan esensi utama dari tanggung jawab sosial perusahaan. Alih-alih memberdayakan warga, Raperda ini justru berpotensi menutup akses mereka terhadap hak yang seharusnya mereka terima.

Baca Juga :  Prabu 1 Ingatkan Pelayanan Publik: Rumah Sakit Wajib Serius Tangani Pasien, Sekolah Harus Gratis, dan Bedah Rumah Diprioritaskan

Hal senada diungkapkan Wahyu Nugroho, Sekretaris Jenderal LIRA Kabupaten Pasuruan. Ia menyoroti proses penyusunan Raperda yang dianggap tertutup dan tidak melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan secara langsung.

“Raperda ini seharusnya dibuat melalui proses terbuka, melibatkan pemerintah, pelaku usaha, dan warga serta organisasi yang mendampingi mereka. Kalau ini tidak dilakukan, maka jelas cacat formil,” ujarnya.

Wahyu juga menyoroti Pasal 16 dalam draf Raperda, yang melarang ASN, kepala desa, dan perangkat pemerintah daerah untuk berkomunikasi langsung dengan perusahaan terkait pelaksanaan TJSL. Menurutnya, pasal ini membuka jalan bagi monopoli pemerintah atas dana sosial perusahaan.

Baca Juga :  Kapolri-Mentan Panen Raya Jagung di Bone, Dukung Program Ketahanan Pangan Nasional

“Kalau komunikasi dibatasi, lalu siapa yang bisa mengawasi? Ini jelas menutup ruang kontrol masyarakat, dan memberi peluang penyalahgunaan. Perusahaan bisa bertindak semena-mena karena merasa aman secara hukum,” tandasnya.

Para aktivis menegaskan bahwa Raperda TJSL ini harus dibatalkan atau direvisi secara menyeluruh dengan melibatkan warga, agar tidak menjadi alat kekuasaan semata yang mengorbankan kepentingan masyarakat terdampak. (mal/hj)

banner 325x300
Example 120x600
banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *